Sekaten ( Gunungan )
Sekaten adalah suatu pesta rakyat yang diselenggarakan selama satu bulan penuh setiap tahun di Alun-Alun Utara, Masjid Agung, serta Komplek Karaton Surakarta Hadiningrat dalam menyambut datangnya Maulud Nabi Muhammad SAW. Sekaten berasal dari kata 'Sekati' yang berarti meng-estimasi dan meng-evaluasi untuk menentukan baik dan buruknya sesuatu. Tetapi ada juga beberapa kalangan yang mengangap kata sekaten merupakan asimilasi dari bahasa Arab 'Syahadatain'.
Banyak sekali kegiatan yang disajikan dalam perayaan Sekaten, mulai dari pasar murah, pasar malam, pameran sampai dengan pertunjukan-pertunjukan kesenian. Ada beberapa benda yang khas atau erat banget hubungannya dengan sekaten, yaitu mainan kodok-kodokan, gasing, kapal-kapalan, brondong nasi, cambuk serta celengan gerabah.Beberapa kalangan (terutama generasi muda) sepertinya sudah kehilangan ketertarikan pada perayaan Sekaten. Hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh semakin banyaknya pilihan hiburan yang dapat dijumpai di Kota Solo saat ini sebagai dampak modernisasi. Sebuah pekerjaan rumah yang tidak ringan bagi Kraton maupun Pemda Surakarta untuk dapat mengemas kegiatan Sekaten ini semenarik mungkin (tanpa kehilangan makna dan nuansa tradisi) agar dapat menemukan kembali daya magnetnya untuk menarik semua kalangan untuk kembali datang mengunjunginya.Tapi bagi penggemar fotografi, Sekaten adalah salah satu surga untuk mendapatkan object foto yang menarik.
Perayaan Sekaten mencapai puncak saat ditabuhnya Gamelan Kyai Guntur Sari dan Gamelan Kyai Guntur Madu di Masjid Agung sebagai tanda Sekaten resmi dibuka. Kedua gamelan ini ditabuh selama seminggu pada tanggal 5 s/d 12 Rabiulawal dari jam 10:00 am sampai jam 10:00 pm, dengan jeda pada saat adzan. Penabuhnya adalah abdi dalem keraton yang disebt abdi dalem 'Niyogo'. Ada beberapa ritual yang khusus dan istimewa dari perayaan Sekaten, yaitu: ritual makan sirih dan telur asin Endog Kamal saat ke-dua gamelan ditabuh.Gendhing pertama yang ditabuh pada perayaan sekaten adalah gendhing Rambu yang dimainkan oleh gamelan Kyahi Guntur Madu, yang ditabuh setelah Ashar. Gendhing kedua yang dimainkan oleh gamelan Kyahi Guntur Sari disebut gendhing Rangu.
Pada hari ketujuh (tanggal 12 Rabiulawal) pagi, kedua gamelan dibawa kembali masuk ke Keraton. Hal ini menandakan bahwa prosesi Gunungan akan segera dimulai. Prosesi ini dikenal dengan nama Hajat Dalem Pareden Gunungan garebeg Mulud. Gunungan yang dibawa dari dalam keraton menuju masjid agung untuk diperebutkan masyarakat terdiri dari gunungan kakung, gunungan putri dan gunungan anak. Dalam perjalanan menuju masjid agung, gunungan dikawal oleh prajurit Wirengan dengan diiringi gendhing yang dimainkan dari gamelan Corobalen.
0 komentar:
Posting Komentar