About Solo

Istilah Solo Raya sebenarnya mengacu pada suatu wilayah yang dahulu dikenal dengan istilah Karesidenan Surakarta ( Eks karesidenan Surakarta ). Karesidenan adalah sebuah wilayah yang dipimpin oleh seorang residen pada masa penjajahan dulu. Dahulu ada Karesidenan Surakarta yang wilayahnya meliputi kota Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten. Wilayah Karesidenan ini serupa dengan wilayah Kerajaan Surakarta Hadiningrat. Keseluruhan wilayah ini menempati area seluas 5.722,38 km2.Istilah Solo raya memang diciptakan untuk menggantikan istilah Subosukawonosraten. Subosukowonosraten adalah singkatan dari wilayah-wilayah yang tergabung yaitu. surakarta,boyoali, sukoharjo, Karang Anyar, Wonogiri sragen. Klaten. Solo Raya memiliki Slogan Solo Spirit of Java. Dengan Slogan itu Solo raya ingin menegakkaan kembali semangat adi luhung budaya jawa dalam pembangunan wilayah.

Bengawan Solo

Bengawan Solo, Riwayatmu ini, Sedari dulu jadi…, Perhatian insani, Musim kemarau., Tak seberapa airmu, Dimusim hujan air.., Meluap sampai jauh, Mata airmu dari Solo, Terkurung gunung seribu, Air meluap sampai jauh, Dan akhirnya ke laut, Itu perahu, Riwayatnya dulu, Kaum pedagang selalu…, Naik itu perahu

Wedangan Mbah Loso Karanganyar

Salah satu yang paling khas di Solo adalah wedangan-nya, di Jogja disebut angkringan, keduanya sama, tiada beda. Di setiap sudut kota, mulai petang Anda dapat dengan mudah menemuinya, semua wedangan itu memiliki pelanggan setia masing-masing.Wedangan yang diangkat dalam blog ‘Dolan ke Solo’ kali ini bukanlah wedangan yang terletak di Kota Solo, tapi di daerah tetangganya, Karanganyar. Pemilik wedangan ini bernama Mbah Loso, karena itulah wedangan ini kerap disebut oleh para pelanggan dengan sebutan wedangan Mbah Loso.Makanan yang disajikan tidak berbeda jauh dengan menu wedangan kebanyakan, sego kucing (nasi sekepal dengan lauk bandeng secuil beserta sambalnya) dan berbagai macam gorengan adalah makanan wajib dari wedangan. Yang membuat wedangan mbah Loso begitu spesial adalah cita rasa tehnya yang sangat nJawani, ginastel, dari kata legi (manis), panas, dan kentel (kental).Ya, di daerah Jawa Tengah, terutama Solo dan sekitarnya, jika Anda memesan teh, maka secara otomatis Anda akan mendapatkan teh manis. Semua wedangan memang tak pelit gula, di wedangan Mbah Loso sendiri, satu gelas wedang teh menggunakan gula sebanyak 3-4 sendok makan! Tanpa diaduk pun rasa manisnya sudah kentara.Mbah Loso tidak pernah menutup-nutupi atau merahasiakan racikan tehnya yang nikmat luar biasa itu. Dia menggunakan tiga merek teh yang berbeda, lalu dicampur menjadi satu. Mbah Loso menamai ‘jurus’ tiga campuran tehnya dengan nama “Pak Djenggot balapan nyapu”, ini diambil dari merek masing-masing tehnya, yakni teh merek Djenggot, Sepeda Balap, dan Nyapu. Seorang kawan pernah mencoba untuk ‘membajak’ teh buatan Mbah Loso, kawan saya itu ‘kulakan’ tiga merek teh tadi di Pasar Gede, lalu bagaimana rasa teh hasil bajakannya? Yah, rupanya resep memang mudah ditiru, tapi cita rasa tetap tak bisa ditiruMbah Loso selalu membuat seduhan teh dalam keadaan fresh, karena baru disiapkan saat ada pesanan. 2-3 jumput daun teh campuran tadi ditaruh dalam cangkir berbahan logam, lalu diseduh dengan air panas, dan ditunggu beberapa menit. Air yang menjadi bahan baku untuk membuat wedang pun tak sembarangan, air yang digunakan adalah air tanah, bukan PAM. Semua wedangan juga menggunakan tungku arang untuk memasak air, bukan kompor gas atau minyak tanah. Sedangkan untuk gulanya, Mbah Loso menggunakan gula produksi Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar, yang merupakan peninggalan jaman Belanda tapi masih beroperasi hingga sekarang. Hal-hal tersebut tidak bisa dianggap remeh, karena ikut menentukan cita rasa teh itu sendiri.Wedang teh buatan Mbah Loso disajikan dalam keadaan yang sangat panas, jadi kita harus menunggunya beberapa saat agar lebih hangat dan bisa masuk ke tenggorokan dengan aman dan nyaman. Sensasi rasa sepat di lidah yang beradu dengan rasa manis, lalu ditambah dengan sensasi panas di tenggorokan menjadikan saya susah melupakan cita rasanya, dan membuat saya kangen untuk kembali. Beberapa kawan dan kerabat yang saya ajak ke sana pun mengamini. Saya tidak bermaksud untuk berpromosi, tapi ingin berbagi, itu saja.Wedangan Mbah Loso sudah berdiri sekitar 50 tahun yang lalu, dirintis oleh suami dari Mbah Loso. Suaminya sudah berumur 80 tahun, sedangkan Mbah Loso sendiri sudah berumur 70an tahun, di usianya yang begitu lanjut, dia masih tampak sehat, dan setiap malam selalu setia membuatkan teh bagi para pelanggannya. Jaman baheula dulu, saat alat transportasi belum maju seperti sekarang, wedangan Mbah Loso biasa menjadi tempat mampir para petani sayuran dari Tawangmangu yang akan setor hasil panen ke pasar-pasar di Solo. Letaknya yang berada di jalan raya Karanganyar-Solo memang menjadi tempat yang strategis untuk sejenak melepas lelah. Wedangan Mbah Loso berada sekitar 200 meter di sebelah barat Alun-Alun dan Kantor Bupati Karanganyar.Seandainya saja internet bisa menyajikan rasa dan aroma, ingin rasanya saya ‘meng-upload’ cita rasa teh Mbah Loso di internet :), tapi rupanya teknologi sekarang memang belum sampai kesitu. Maka tak ada cara lain bagi saya, selain mengundang Anda semuanya untuk sowan dan pinarak di wedangan sederhana milik Mbah Loso, menyeruput cita rasa tehnya yang luar biasa dan tak mudah dilupa, sembari berbagi cerita…

0 komentar:

Posting Komentar



 

different paths

college campus lawn

wires in front of sky

aerial perspective

clouds

clouds over the highway

The Poultney Inn

apartment for rent